Aryanaresidence.com, Tangerang – Sebelum memutuskan untuk membeli sebuah properti, konsumen properti dituntut untuk memahami seluruh aspek properti yang akan dibelinya. Hal tersebut bertujuan agar konsumen properti tetap terlindungi hak-haknya. Tidak sedikit Pengembang Properti nakal yang memanfaatkan ketidaktahuan konsumen properti sehingga menimbulkan permasalah yang merugikan pihak konsumen di masa depan.
Salah satu aspek legal yang wajib dipahami oleh konsumen properti adalah aspek sertifikat dan dokumen kepemilikan tanah dan bangunan. Aspek ini menjadi sangat krusial, karena menyangkut keamanan dana yang digelontorkan pada produk proeprti tertentu.
Dalam membeli properti sendiri, terdapat dua jenis sertifikat yang biasanya diberikan kepada konsumen properti sebagai tanda bahwa properti tersebut sah secara hukum dimiliki dan digunakan oleh konsumen. Kedua sertifikat tersebut adalah Sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) dan Sertifikat Hak Milik (SHM).
Status kepemilikan hak guna bangunan (HGB) dan sertifikat hak milik (SHM) memiliki perbedaan yang harus diketahui calon pembeli sebelum membeli propertinya. Menjadi salah satu hal penting yang perlu dicermati setelah lokasi dan harga. Berdasarkan Pasal 35 ayat 1 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA), HGB adalah hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan-bangunan atas tanah yang bukan miliknya sendiri, dengan jangka waktu paling lama 30 tahun.
Aryana Residence adalah perumahan yang berlokasi di Tangerang. Konsumen properti Aryana Residence akan diberikan Sertifikat Hak Milik (SHM) sebagai bukti kepemilikan sah atas unit dan tanah di Aryana Residence.
Perumahan ini dibangun dan dikembangkan oleh Pengembang Properti yang sudah berpengalaman lebih dari 30 tahun dan sudah menyelesaikan banyak pembangunan proyek perumahan dan ruko. Aryana Karawaci dibangun di area seluas 26 Ha dan merupakan produk yang memiliki spesifikasi teknik yang tinggi dengan kualitas terbaik di kelasnya. Akses strategis dekat dengan kawasan besar seperti Gading Serpong, Karawaci & Citra Raya. Fasilitas lengkap dengan Waterpark.
Apa perbedaan HGB dan SHM yang biasanya diberikan kepada konsumen properti saat mereka membeli sebuah produk properti. Simak selengkapnya di sini.
Pengertian Sertifikat Hak Guna Bangungan (HGB)
Menurut Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) no. 5 Tahun 1960 Pasal 35 ayat 1, HGB adalah hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan-bangunan atas tanah yang bukan miliknya sendiri selama jangka waktu tertentu. Ini artinya, pemegang sertifikat HGB nantinya tidak memiliki lahan, melainkan hanya memiliki bangunan yang dibuat di atas lahan tersebut.
Penggunaan HGB (Hak Guna Bangunan) juga diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) no. 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, dan Hak Pakai atas Tanah. Pada pasal 32 dinyatakan bahwa pemegang HGB berhak untuk menguasai dan mempergunakan tanah yang diberikan dengan HGB, selama jangka waktu tertentu untuk mendirikan dan mempunyai bangunan untuk keperluan pribadi atau usahanya, serta untuk mengalihkan hak tersebut kepada pihak lain dan membebaninya.
Banyak orang yang lebih memilih Sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) dibandingkan dengan Sertifikat Hak Milik (SHM) karena pertimbangan keuntungan yang didapatkan. Pada dasarnya, kedua sertifikat tersebut memberikan hak yang sama kepada konsumen namun dengan biaya yang lebih rendah untuk pemilik HGB.
Namun salah satu kekurangan utama dari pemilik Sertifikat HGB adalah keterbatasan jangka waktu yang hanya 30 tahun. Status Hak Guna Bangunan (HGB) memang dapat diperpanjang atau diperbarui selambat-lambatnya 2 tahun sebelum masa berlakunya habis. Namun, itu pun harus tergantung pada pemegang Hak Pengelolaan (HPL) sebagai pemberi HGB yang memiliki kuasa atas tanah sepenuhnya.
Jadi jika Anda tertarik dengan properti yang berstatus HGB, Anda dituntut harus memahami nota perjanjian kedua belah pihak, antara pemilik lahan dan pengguna lahan. Pilihlah Pengembang Properti yang bertanggung jawab dan transparan.
Pengertian Sertifikat Hak Milik (SHM)
Sertifikat Hak Milik atau SHM merupakan sertifikat atas tanah atau lahan yang dimiliki penuh pemiliknya. Keuntungan dari sertifikat ini di antaranya SHM dapat dialihkan seperti dijual, dihibahkan, atau diwariskan secara turun temurun, hak milik dapat diperjualbelikan, hak milik dapat dijadikan agunan untuk kredit, serta tidak ada batas waktunya.
Namun, tanah atau lahan yang memiliki SHM masih dapat hilang atau dicabut, karena tanahnya diperlukan untuk kepentingan negara, penyerahan oleh pemiliknya secara sukarela kepada negara, ditelantarkan atau tanah tersebut bukan milik WNI. Jika dilihat dari keleluasaan dalam penggunaannya, dari semua hak atas tanah yang ada, hak milik yang dibuktikan dengan Sertifikat Hak Milik atau SHM menempati kasta tertinggi dan memiliki manfaat paling besar bagi pemiliknya.
Tercantum dalam pasal 20 UUPA, hak milik atas tanah adalah hak turun-temurun, terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah sehingga SHM memiliki keunggulan, yakni memberikan kewenangan untuk menggunakannya bagi segala macam keperluan dengan jangka waktu yang tidak terbatas. Hak milik atas tanah dapat berlangsung terus selama pemiliknya masih hidup atau dilanjutkan oleh ahli waris.
Dari segi biaya pengurusan, tentu Sertifikat Hak Milik (SHM) akan membebankan biaya yang lebih tinggi dibandingkan dengan HGB. Biaya yang dikeluarkan untuk SHM dapat berkali lipat daripada biaya yang dikeluarkan untuk HGB. Jadi status properti mana yang menurut Anda paling menguntungkan? (ADR)